Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Friday 1 May 2015

Masih Adakah Tempat Untuk Pram?



Oleh Bahtiar Rizal Ainunnidhom
Penulis adalah Ketua Keluarga Mahasiswa Blora (KAMABA) Yogyakarta

Ia memang telah berpulang sejak 30 April 2006. Namun, Ia yakin akan abadi, keyakinan itu digoreskan dalam sebuah artefak “Menulislah, karena tanpa menulis Engkau akan hilang dari pusaran sejarah”.
Ya, Pramoedya Ananta Toer sastrawan kondang asal Blora. Meski namanya begitu besar hingga dikenal dunia, namun hal tersebut tak semanis ketika di tanah kelahirannya. Pram masih terkubur dalam-dalam di tingkat regional bahkan nasional.  Seperti sebuah legenda yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Banyak pandangan, mulai dari media, karyanya, hingga cerita dari seseorang. Tulisan ini bernada gugatan atas tenggelamnya Pram di kampung halaman, semoga bisa menjadi sajian bagi pembaca, agar kita mampu bersikap bijak dalam memandang kenyataan yang ada.

Sebagai prolog mari mengenal Blora dulu, sebuah kota kecil di Jawa Tengah ujung timur berbatasan dengan kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Blora terletak di perbukitan kapur bagian dari dari pegunungan Kendeng Utara dan Selatan. Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan jati terutama wilayah utara, timur dan selatan. Selain kayu jati, banyak sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi. Dataran rendah di bagian tengah umumnya merupakan areal persawahan. Sebagian besar wilayah Blora merupakan daerah krisis air, sehingga kebanyakan sawah adalah tadah hujan.

Masyarakatnya cenderung konsumtif dibuktikan dengan hadirnya sesuatu hal baru mudah sekali memasuki sendi-sendi kesehariannya. Mereka lebih bangga dengan hal-hal yang bersifat euforia, sehingga tidak menyadari kalau mereka pernah memiliki orang besar yang lahir di kota mati tersebut. Pram nama yang begitu asing di Blora, mulai dari masyarakat umum, pelajar, sampai pejabat pun nama itu tidak familier di telinga mereka. Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain Pram dipandang negatif oleh beberapa pihak, juga dianggap sebagai sosok yang berbahaya, keras kepala, komunis, menakutkan seperti hantu, hantu yang ditakuti kompeni pada waktu itu.

Sejenak menengok beberapa tahun yang lalu sebelum nama Samin Soerosentiko melambung tinggi. Samin sebelumnya juga mengalami nasib yang sama seperti Pram saat ini namanya begitu asing ditelinga masyarakat lokal.

Kemudian seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit banyak yang mengkaji tentang ajaran Samin dan dibangunnya Pendopo Padepokan Sedulur Sikep di Klopo Duwur, akhirnya nama Samin Soerosentiko cukup mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan. Ini membuktikan bahwa masyarakat kita cenderung menunggu daripada menjemput bola. Bisa dipastikan jika tanpa adanya pengagas awal dari suatu kelompok, lembaga, instansi bahkan personal untuk mengangkat seorang tokoh besar yang terlupakan maka sebuah kata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya” sudah selayaknya kita hapus dari kehidupan.

Terhapusnya jejak Pram dari masyarakat disebabkan masih adanya fobia bangsa ini terhadap komunis yang dipahami menganut paham atheis. Sulit untuk diterima, berdasarkan informasi yang saya dapat dari Soesilo Toer adik kandung Pram “Saat bapaknya meninggal saya melihat sendiri Pram lah yang meneriakan takbir “Allahu Akbar” pertama kali”. Selain itu, Soesilo Toer juga mengakui bahwa Pram itu beragama. “Siapa bilang Pram atheis, Pram itu agamanya Islam,” ucap adik kesayangan Pram dengan lantang. Mungkin sampai kapan pun Pram tak akan mendapatkan tempat, rasanya intimidasi itu sampai sekarang masih ada.

Pram menyadari Ia adalah korban dari sistem korup, manipulatif, dan deskriptif di negerinya sendiri. Bahkan Pram tak pernah dihargai, yang ada ketika Pram menjadi penerima Ramon Magsaysay Award 1995 banyak penulis menolak atas penghargaan yang diterima Pram. Keadilan tak kunjung menghampirinya sampai akhir hayat, sampai karya-karyanya dibakar oleh Angkatan Darat. Masih banyak hal yang harus diperjuangkan agar Pram mendapatkan haknya sebagai manusia yang dimanusiakan. Bukan lagi hantu, yang ditakuti.

Sementara itu, Pram mengingatkan kita semua akan ketajaman penanya. Sikap berani, pikiran kritis, perjuangan pembebasan umat manusia, yang merupakan bagian terbesar dari seluruh perjuangan hidup dan cita-cita Pram yang harus kita teladani untuk menuju masyarakat madani. Pram masa lalu, kini dan esok Indonesia. Ia adalah sastrawan dengan selera dan kemampuan kelas atas yang melambung tinggi di zamnnya.

Satu-satunya peninggalan Pram di Blora adalah Perpustakaan Pramoedya Ananta Anak Semua Bangsa (PATABA) yang dikelola Soesilo Toer sebagai aset berharga. PATABA berpotensi menjadi museum kelas dunia yang bisa menarik wisatawan, sekaligus sebagai media belajar sastra dan sejarah. Ini menjadi momentum refleksi, salah satunya untuk memajukan Blora. Pram melalui PATABA telah dikenal dunia, terlihat dari pengunjung mancanegara seperti Swedia, Amerika, Belgia, Jepang, Korea, Jerman. Tokoh yang pernah berkunjung dari dalam negeri ada Ajip Rosidi, Koesalah Soebagya, FX Hoerry, Poppy Dharsono dan sebagainya.

Tak terbilang tokoh yang terlepas dari kesadaran historis kita, karena pemburaman sejarah atau lantaran kita tak pernah sungguh-sungguh jujur dalam menilai kembali sejarah kita sendiri. Karenanya, kita telah melupakan nama besar “Pramoedya Ananta Toer”. Sungguh ironis, mengingat Ia adalah sosok berpengaruh bagi bangkitnya bangsa Indonesia melalui ketajaman pena, Ia menjelma menjadi sebuah buku tentang Indonesia seutuh-utuhnya. Lambat laun mengalun Ia telah terbaring tenang dan kini benar-benar tenggelam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Masih Adakah Tempat Untuk Pram? Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora