Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Monday 7 December 2020

Tradisi "Serabi" di bulan Suro salah satu Kearifan Lokal


Harianblora.com - Serabi merupakan makanan tradisional manusia bukan makanan sapi. Namun, di Blora ada kaitan erat antara serabi dan sapi. Serabi terbuat dari tepung beras dan dipanggang menggunakan kwali, biasa dijajakan di pasar-pasar tradisional. Siapa sangka serabi menjadi lambang sakral bagi kelompok masyarakat dalam ritual bancakan weton sapi.

Ritual ini dinamakan “Tradisi Wetonan Sapi”, ada di Desa Sembongin, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Tradisi dimana masyarakat satu desa serentak membuat serabi di bulan Suro tepatnya hari Jumat Pahing. Menurut kepercayaan turun-temurun hari tersebut merupakan weton sapi.

Tradisi ini bertujuan untuk mendoakan kesehatan, keselamatan hewan ternak sapi. Sapi merupakan mayoritas hewan ternak masyarakat Sembongin dan juga masyarakat Blora pada umumnya. Sapi  tidak hanya dimaknai sebagai hewan peliharaan, melainkan sebagai harta benda juga pembantu pekerjaan bagi masyarakat pedesaan seperti halnya di Desa Sembongin. Oleh karenanya, dalam ritual ini sapi mendapat keistimewaan menikmati serabi yang matang pertama kali.

Di samping membuat serabi, masyarakat juga membuat tumpengan berisi nasi uduk berisi lauk dan serabi. Bagi mereka yang tidak memiliki peliharaan sapi, maka serabi dalam tumpeng diganti dengan jajanan kering ataupun basah.

Lantas masyarakat setempat membawa tumpengan tersebut ke mushola terdekat untuk didoakan. Doa ditujukan untuk mendapat keberkahan hidup terkhusus keselamatan dan kesehatan hewan peliharaan. Biasanya hal ini dipimpin oleh kyai desa.

Setelah berdoa, masyarakat secara bersama-sama menikmati tumpengan yang telah tersaji. Kebersamaan menjadikan masyarakat setempat rukun dan damai. Hal ini menampakkan sisi penting kearifan local, yaitu menciptakan keseimbangan hidup, berupa kerukunan dan kedamaian.

Di samping itu juga di jaman yang modern seperti sekarang, adat istiadat sudah mulai luntur. Jika tidak dilestarikan kemungkinan besar di masa depan anak cucu kita sudah tidak mengenal tradisi ini lagi. Hal yang sangat disayangkan untuk kehilangan nilai-nilai budaya luhur.

 

Masa Depan Tradisi Serabi

Jaman modern seperti ini, pelaku budaya akan sangat mempertanyakan eksistensi perilaku yang telah menjadi tradisi. Demikian halnya tradisi serabi. Bagi masyarakat yang meyakini makna penting dari tradisi tersebut, langsung maupun tidak langsung, akan memperhatikan atau malah mengkhawatirkan kelestarian tradisi tersebut.

Kelestarian  suatu tradisi dapat diukur berdasarkan ciri-ciri unsur budaya daerah potensial sebagai local genius menurut Moendardjito (dalam Avatrohaedi 1986:40-41) tentang kemampuan budaya bertahan sampai era sekarang. Ciri-cirinya adalah :

Mampu bertahan terhadap budaya luar

Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli

Mempunyai kemampuan mengendalikan

Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Seperti tradisi serabi ini, tradisi yang telah berlangsung berabad-abad dan masih bertahan sampai sekarang di era yang sudah modern. Meskipun tradisi kuno, namun tradisi ini  masih dipatuhi oleh sebagian masyarakat. Banyaknya budaya baru yang bermunculan, sedikit banyak menjadikan tradisi-tradisi yang telah ada mulai memudar. Sebagai genarasi penerus, harus pandai mempertahankan budaya local serta menyaring pengaruh budaya luar yang memberikan efek negatif maupun positif  bagi generasi anak cucu.

Sebagai contoh, dahulu saat saya kecil, bersama teman-teman seumuran sangat antusias saat menjelang tradisi serabi ini, dengan antusias yang tinggi berlari ke mushola untuk mengikuti runtutan acara. Anak-anak kecil mungkin hanya memaknai tradisi seperti ini sebagai tradisi makan-makan karena tersaji banyak tumpengan, tanpa tahu makna dari tradisi tersebut. Di sisi lain, dengan adanya pengenalan tradisi sejak kecil, dimaksudkan agar di masa mendatang mereka akan menjaga kelestarian salah satu kekayaan bangsa ini. Namun paradigma di jaman modern seperti sekarang, hal ini sudah mengalami pergeseran.

Banyak dari anak-anak maupun pemuda di Desa Sembongin yang kini sudah mengabaikan tradisi ini. Mereka lebih tertarik untuk bermain gadget ataupun hiburan popular lainnya. Berkebalikan dengan kondisi belasan tahun lalu, dimana antusiame tertinggi oleh anak-anak untuk meramaikan tradisi ini, sekarang orang tua yang khidmat mengikuti sementara hanya segelintir anak yang bersedia ikut serta.

Sebagai warisan leluhur tentu tradisi serabi tidak berubah wajah aslinya sedari dulu. Wajah asli budaya masyarakat Jawa. Oleh karenanya jelas tradisi ini tidak tercampuri oleh budaya luar maupun populer. Namun, sudah pasti kelestariannya sedikit banyak terpengaruh oleh perilaku budaya populer yang menjadi candu para pemuda hingga anak-anak di era modern.

Sejauh kelestarian tradisi serabi tetap bertahan meskipun dengan rongrongan budaya populer, tradisi ini menyimpan kemampuan mengendalikan perilaku masyarakat. Ialah laku menghargai sesama makhluk hidup –dalam hal ini terkhusus hewan sapi- demi keseimbangan alam serta mempertahankan kerukunan warga dan tabiat berbagi rezeki melalui tumpeng yang disajikan. Penulis menjamin semua laku ini terpelihara sepanjang tradisi serabi dilestarikan.

Laku mulia seperti tersebut di atas dapat menjadi pagar diri sekaligus tuntunan menghadapi perkembangan jaman. Itulah makna penting kearifan lokal dalam posisi kita sebagai sebuah bangsa. Sedangkan tradisi serabi ini dalam perkembangan jaman terbukti memiliki ketahanan nilai yang berguna bagi kehidupan tanpa menutup fakta semakin terkikis eksistensinya oleh banyak perilaku populer. (Septika Dewi Nuryanti).

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Tradisi "Serabi" di bulan Suro salah satu Kearifan Lokal Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora