Harianblora.com Mengucapkan Selamat Menjalankan Puasa Ramadan&Mengajak Warga Jaga Kesehatan&Memutus Penyebaran Corona

Latest News

Kabar bahagia! bagi Anda, mahasiswa, guru, dosen dan siapapun yang ingin menerbitkan buku mudah dan murah, silakan kirim naskah ke formacipress@gmail.com dan kunjungi www.formacipress.com

Tuesday 3 May 2016

Mengenang Kematian Pramoedya Ananta Toer

Kamar Pramoedya Ananta Toer di Blora
Harian Blora - Layak jika sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer masih dikenang meski kepergiannya sudah 10 tahun berlalu. Ia bukan hanya besar dengan karya-karyanya yang banyak bicara soal konsep kebangsaan. Pram juga punya riwayat yang pantas untuk dikenang.

Pram, yang disebut penulis Eka Kurniawan sebagai novelis Indonesia terbaik sejak dulu hingga kini, pernah mengalami ketidakadilan semasa hidupnya. Lebih dari belasan tahun ia ditekan Orde Baru. Buku-bukunya "diharamkan."

Pram bahkan pernah jelas-jelas ditahan tanpa diadili. Empat tahun diluntang-lantungkan dan 10 tahun dibuang ke Pulau Buru, sebuah pulau kecil di kawasan Maluku. Namun suaranya tidak pernah padam. Pram tetap berkarya, bahkan bukunya yang dihasilkan dari Pulau Buru menjadi konsumsi dunia.
Pram mengembuskan napas terakhir, 30 April 2006. Hari ini tepat 10 tahun ia menitipkan dunia sastra Indonesia pada generasi-generasi di bawahnya. Namun keluarga Pram justru tidak menyelenggarakan sebuah peringatan besar untuk mengenang sang penulis.

Dihubungi CNNIndonesia.com, Astuti Ananta Toer putri Pram mengatakan dirinya dan keluarga hanya akan bersiap menyambangi Pram di makamnya di Karet Bivak, hari ini, Sabtu (30/4/2016). "Cuma keluarga saja, baca doa. Dari tadi malam kami sudah baca doa untuk Papa sih," Astuti menerangkan.

Ia justru baru datang dari acara Haul Pram yang diselenggarakan di beberapa daerah di Jawa Tengah, daerah asal sang putra Blora. "Saya [baru datang] dari Kudus, Semarang, Yogyakarta," sebut Astuti.

Salah satu acara Haul Pram yang cukup menarik memang diselenggarakan di Yogyakarta, yang diprakarsai oleh Radio Buku. Fairuz, panitia acara menerangkan, Haul Pram dilangsungkan tiga hari, 26 hingga 28 April 2016. Ini kali pertama Radio Buku memeringati hari kepergian Pram.

Haul Pram kali ini diselenggarakan cukup besar di Bantul. Lebih dari 100 orang menghadirinya, dan acara berlangsung aman, tidak seperti beberapa diskusi yang belakangan dicurigai beraliran kiri dan digerebek kelompok intoleran atau bahkan aparat.

"Acara bahkan dibuka oleh lurah dan peserta yang hadir diajak menyanyikan Darah Juang," kata Fairuz. "Itu menandakan acara memang didukung baik oleh penduduk lokal maupun pemerintah," ujarnya melanjutkan.

Pada hari pertama, acara itu membedah buku karya Muhidin M. Dahlan berjudul Ideologi Saya Adalah Pramis yang baru diluncurkan di hari yang sama. Astuti dan saudarinya ikut hadir dalam acara itu. Fairuz ingat betul, salah satu yang diperbincangkan adalah betapa Pram amat disiplin dalam keseharian.

"Bagaimana dia [Pram] bangun setiap jam itu, menulis sampai jam sekian, lalu membakar sampah. Itu cerita yang mungkin sudah banyak tahu tapi menarik diceritakan lagi," Fairuz mengatakan.

Pada hari ke-dua, giliran penulis yang didatangkan. Eka Kurniawan dan Bernard Batubara yang sama-sama pembaca buku-buku Pram, didatangkan untuk berkomentar soal penulis idola mereka. Pada hari ke-tiga, ada apresiasi sastra yang bukan hanya membahas buku Pram.

Selain acara di Yogyakarta, kampung halaman Pram di Blora juga punya peringatan haul. Selama dua hari acara digelar di bekas kediaman Pram. Selain sarasehan budaya dan bedah buku, ada pula acara modern seperti parade musik, pentas seni, pemutaran film dan lomba penulisan bagi pelajar. (Red-HB99/CNN).

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Mengenang Kematian Pramoedya Ananta Toer Rating: 5 Reviewed By: Harian Blora