Oleh
Mafatikhul Habibi
Praktik demokrasi di Indonesia yang diterapkan sejak awal kemerdekaan
masih setengah hati. Bagi Hamidulloh Ibda, dalam politik demokrasi yang di
Indonesia justru terkena “hukum besi” atau sering disebut the dark-side of democracy atau sisi gelap demokrasi di demokrasi.
Melalui proses demokrasi, akan terjadi transformasi kedaulatan menjadi
kewenangan. Kewenangan inilah, yang dimanfaatkan oleg mafia di Ibndonesia untuk
tidak berdemokrasi dengan baik. (Hlm. 3).
Buku setebal 293 ini mengritik habis pelaksanaan demokrasi di
Indonesia. Penulis, meneliti sejarah dan bahkan menganggap demokrasi membawa “cacat
bawaan”, berupa politik uang, korupsi, juga penyalahgunaan wewenang.
Secara teoretis, substansi demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Namun,
justru di sinilah akar persoalan yang sekaligus menjadi cacat bawaan demokrasi.
(Hlm. 49). Parahnya lagi, di alam demokrasi ini, siapa yang mendapat suara
terbanyak, ia adalah pemenang. Tidak peduli ia bodoh, jahil, kerdil mapan
ilmunya atau tidak, yang penting mendapat suara banyak pasti menang. Maka tidak
heran, jika pemimpin kita saat ini rata-rata tidak memiliki dialektika
kepemimpinan yang baik dan benar.
Dalam analisisnya, Hamidulloh Ibda juga menilai bahwa munculnya
politik uang adalah efek dari demokrasi. Pasalnya, siapa saja yang ikut dalam
pemilu, berebut mendapatkan suara terbanyak. Untuk mendapatkan itu, banyak cara
dilakukan, mulai dari politik uang, fitnah, kampanye hitam dan sebagainya. Itu lah
beberapa kegagalan demokrasi di negeri ini yang bahkan dinilai “demokrasi tanpa
hati”.
Secara bernas, buku ini terbagi atas beberapa bab. Pada bab pertama,
ditelisik secara ilmiah akar-akar kekacauan demokrasi di Indonesia. Pada bab
kedua, dikaji ulang kondisi perpolitikan di Indonesia. Pada bab ketiga, dikaji
pula politik hantu dan politik malaikat.
Bab keempat berisi tentang prestasi buruk pemerintahan rezim
SBY-Boediono. Bab kelima, berisi tentang menagih janji pemberantasan korupsi di
Indonesia. Bab keenam, menelisik tentang pelemahan KPK sebagai alat untuk
menyuburkan korupsi di negeri ini. Bab ketujuh, penulis menyajikan solusi bahwa
pemerintah harus bertindak tegas kepada koruptor.
Korupsi, dinilai penulis buku ini sebagai antiklimaks dari kegagalan
demokrasi. Bahkan, sudah jelas banyak Ketua Umum Parpol menjadi tersangka dan
diseret KPK karena korupsi. Ironis.
Jika di Amerika Serikat dan Eropa Barat menerapkan demokrasi liberal,
maka di Indonesia dinilai penulis sebagai negara yang menerapkan sistem politik
“ekstra liberal” yang sangat jauh dari teori-teori politik. (Hlm. 18). Penulis buku
ini menilai, demokrasi di Indonesia perlu dikaji ulang melalui penelitian
panjang, diskusi para ahli dan ilmuwan agar tidak melenceng dari tujuan utama
demokrasi.
Parameter Negara Demokrasi
Penulis buku ini menilai, suatu pemerintahan bisa dikatakan demokratis
apabila mekanisme pemerintahannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dengan
baik dan benar. Prinsip demokrasi secara umum adalah persamaan, kebebasan dan pluralisme.
Sednagkan menurut Robert A. Dahl, ada 7 prinsip yang harus dijalankan
dalam negara demokrasi. Yaitu kontrol atas keputuan pemerintah, pemilu jurdil,
hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendaoat, mengakses informasi dan
berserikat.
Frans Magnis Suseno (1997) menjelaskan syarat negara demokrasi ada 5
hal. Mulai dari negara hukum, pemerintah di bawah kontrol masyarakat, pemilu
jurdil, prinsip mayoritas dan jaminan hak-hak demokratis. (Hlm. 6).
Penulis buku ini menilai, negara ini tampak jelas sudah gagal (failed
states) dalam menerapkan demokrasi. Sudah jelas, prinsip-prinsip yang sudah
dijelaskan para pakar tidak diindah lagi. (Hlm. 24). Memang benar, tanpa
prinsip di atas, tampak negara ini berpura-pura menjalankan demokras. Ya,
pura-pura.
Judul Buku: Demokrasi Setengah Hati
Penulis: Hamidulloh Ibda
Penerbit: Kalam Nusantara
Tebal: x+293 Halaman
Cetakan: Pertama, 2013
ISBN:
978-602-97319-6-5
Harga: Rp.
50.000
Peresensi adalah Wakil Presiden BEM
Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
0 comments:
Post a Comment